Cari Blog Ini

Senin, 26 April 2010

NINTENDO BERMAIN KEMBALI

Nintendo Bermain Kembali

Thursday, July 26th, 2007
oleh : admin

Pada 1981, industri video game hanya diatur satu pemain. Anda pasti tahu, namanya Nintendo. Perusahaan berbasis di Kyoto ini menempatkan mesin permainannya di sepertiga rumah-rumah di Amerika Serikat. Sementara di Jepang, perusahaan yang berdiri pada 1889 ini menjadi perusahaan elektronik paling menguntungkan. Pada 1993, bahkan terbit buku yang seolah-olah ingin menegaskan kehebatan tersebut: Game Over: How Nintendo Conquered the World.
Namun, setelah itu, nyatalah betapa situasi berubah cepat dan belum game over. Sony datang dengan PlayStation (PS), dan semuanya berubah total. Nintendo tergusur dari takhta industri video game. Repotnya, yang menjadi “wakil” kepala industri ini justru datang dari industri software komputer, Microsoft yang menelurkan Xbox. Nintendo tergeser menjadi pemain ketiga di tengah bisnis video game yang secara global tumbuh US$ 30 miliar/tahun. Dari jawara, Nintendo turun kasta dalam 10 tahun terakhir. Game over buatnya?
Rupanya tidak. Hari-hari ini, terutama anak-anak remaja di AS, Eropa dan Jepang mengetahui Nintendo adalah si anak hilang yang telah kembali. Dan titik tolak itu bermula pada 14 September 2006. Kamis itu, Nintendo meluncurkan produk terbarunya, Wii (dibaca: wi) di Jepang, benua Amerika, Australia, Asia dan Eropa. Pada press release juga disebutkan Nintendo berencana meluncurkan 6 juta unit konsol Wii hingga 31 Maret 2007.

Sebetulnya, bukanlah hal biasa buat game baru diluncurkan menjelang Natal, dengan harapan penjualan melonjak pada Januari tahun berikutnya. Namun, sejarah pun terjadi. Hanya dalam 6 bulan sejak peluncuran perdana, penjualan Wii meroket. Dalam 6 bulan pertama diluncurkan, ia terjual 2,5 juta unit, mengalahkan Xbox 360 dan PS3.
Analis memperkirakan Nintendo meraup untung US$ 50 dari setiap unit Wii yang terjual. Dalam beberapa tahun ke depan, penjualan bahkan ditaksir bisa mencapai 35 juta unit. Dihitung secara kasar, ada potensi laba sebesar US$ 1,75 miliar. Dari terancam game over, Nintendo menjadi perusahaan yang efisien plus produktif. Sebanyak 3.400 karyawannya menghasilkan pendapatan US$ 8,26 miliar pada tahun lalu, atau US$ 2,5 juta setiap karyawanan.
Menurut Fortune, 11 Juni 2007, ini melampaui para pesaingnya. Setiap karyawan Microsoft mencetak US$ 624 ribu, sementara Google US$ 994 ribu. Laba Nintendo mencapai US$ 1,5 miliar, atau US$ 442 ribu/karyawan pada 2006, sementara Microsoft US$ 177 ribu/orang, dan Google US$ 228 ribu. Adapun kapitalisasi pasar Nintendo melewati US$ 45 miliar.
Wii memang menjadi kunci sukses kebangkitan ini. Produk ini merupakan konsol video game kelima yang dirilis Nintendo, dan pengganti langsung GameCube. Nintendo pertama kali menyebut konsol ini pada 2004. Kemudian, prototipenya diperkenalkan ke publik pada September 2005, saat ajang Tokyo Game Show, untuk kemudian benar-benar meluncur setahun berikutnya, dan sukses menghantam Xbox 360 dan PS3.
Sejumlah tulisan mengulas kehebatan Nintendo dalam membalik peruntungannya. Dan setidaknya, ada dua faktor penyebab kesuksesan ini. Pertama, Wii menawarkan pengalaman (experience) yang berbeda. Satu fitur signifikan dibanding konsol game lainnya adalah wireless controller, bernama Wii Remote (populer disebut Wiimote). Lewat alat yang dilengkapi bluetooth dan inframerah ini, pengguna menggenggam dan menggunakan sesuai dengan game yang dimainkan. Wiimote menghubungkan gambar dengan gerakan serta rotasi tangan sang pemain. Jadi, kalau mau bertinju, sang pemain seperti seorang petinju: menggerakkan tangan layaknya memukul lawan. Atau, main tenis, seperti mengayunkan raket. Pengalaman mengasyikkan yang tak didapatkan di Xbox 360 dan keluarga PS, yang penuh tombol.
Itu alasan pertama. Yang kedua, harganya yang lebih ”ramah”. Wii dibanderol US$ 250 di pasar AS, sementara PS3 US$ 599 dan US$ 399 untuk Xbox 360. Perbedaan harga ini merupakan konsekuensi proses produksinya. Baik PS3 maupun Xbox 360 memiliki prosesor yang lebih hebat ketimbang PC (personal computer). Kedua produk juga menggunakann high-end graphics chips yang mendukung support high-definition games. Sony bahkan memasukkan Blu-ray DVD drive.
Paduan dua hal inilah yang membuat Wii diserap pasar; selain harganya lebih murah, sensasi yang ditawarkan pun berbeda, lebih canggih. Dan inilah buah inovasi.
Inovasi produk tentunya tak berdiri sendiri. Kisah turnaround Nintendo berawal pada 2002 ketika para pemimpin puncaknya dihadapkan pada dua tren yang memusingkan. Di satu sisi, seiring dengan pertambahan usia, anak-anak muda yang beranjak dewasa dan berkeluarga secara bertahap memangkas waktunya bermain game. Di sisi lain, seiring dengan makin canggihnya konsol, harganya pun kian mahal.
Orang yang melihat ini dengan jernih adalah Presiden dan CEO Nintendo, Satoru Iwata, lelaki 47 tahun yang memulai karier sebagai pengembang game. Ia beruntung didampingi Shigeru Miyamoto, sang desainer game legendaris, pencipta Donkey Kong, Super Mario Bros dan Legend of Zelda. Dengan instingnya yang tajam, Iwata dan Miyamoto menilai bahwa para kompetitornya bertempur di arena yang keliru. Mereka melihat, menghujani konsol dengan teknologi yang canggih dan banyak fitur bukan hanya membuat harga produk menjadi semakin mahal, tapi juga membuat game kian sulit dimainkan, dan terburuk dari itu semua: bisa membuat kurang fun.
“Kami putuskan Nintendo akan mengambil rute yang berbeda,” Iwata menjelaskan. ”Kami tidak bertempur menghadapi Sony dan Microsoft. Kami menghadapi orang-orang berbeda, dan tak punya ketertarikan bermain video game.”
Maka, jadilah Wii, dengan rute yang berbeda dibanding para pesaingnya. Dari sisi produksi, Nintendo mengambil bahan baku dari sejumlah pemasok. Sony mengembangkan chip 3,2 gigaherzt, Nintendo membeli chip 729 megahertz di Kmart. Grafiknya memang lebih baik dari PlayStation2 dan Xbox generasi awal, akan tetapi grafiknya terlihat pucat dibanding PS3 dan Xbox 360. Inilah sebabnya, Wii bisa dibanderol lebih murah.
Faktanya, Wii memang murah. Namun, ia menawarkan sesuatu yang berbeda lewat Wiimote. Inilah yang menurut para analis menjadi sumber utama keunggulan. Fitur kendali video game biasanya amat ribet dengan deretan tombol. Sementara Wiimote begitu kontras; sensitif terhadap gerakan, bukan sentuhan tombol yang memerlukan kecepatan tersendiri. Wiimote adalah chip senilai US$ 2,50 yang dikembangkan Analog Devices Inc. Chip ini bertugas mengukur gerakan dalam tiga dimensi.
Lalu, sementara konsol game biasanya membuat orang antisosial karena duduk anteng menghadapi layar televisi, produk Nintendo ini membuat orang bergerak mengikuti jenis dan irama permainan. Itulah sebabnya, dalam sebulan, jutaan unit Wii bisa terjual. Dan pada Juni 2007, sedikitnya 8 juta unit diserap pasar.
Reinvensi disebut menjadi strategi sukses Iwata dan Miyamoto. Mereka membuat terobosan besar dalam industrinya. Wii mendemonstrasikan segalanya, mengubah persepsi tentang bermain game, bahkan Iwata dan Miyamoto sendiri mengaku terkejut dengan kesuksesan produk ini. ”Bagaimana Nintendo mampu menciptakan sebuah kejutan, bahkan jadi pertanyaan besar buat saya,” ujar Miyamoto merendah. “Saya sendiri ingin tahu apa sih jawabannya,” lanjutnya dengan diplomatis.
Analisis James Surowiecki, kolomnis The New Yorker, cukup menarik untuk mengupas apa jawaban di atas. Menurutnya, Sony dan Microsoft yang bertempur untuk menjadi pemain nomor satu di industri game berlomba menciptakan bukan hanya video game, tapi apa yang disebut sebagai ”hiburan interaktif”. Itulah mengapa PS3 dan Xbox 360 menjadi all-in-one machines, yang memungkinkan orang melakukan segalanya. Bukan hanya bermain video game, melainkan juga menonton DVD dan musik digital stream. ”Sony dan Microsoft berlomba ’menguasai ruang keluarga’,” katanya. Dan perlombaan ini, lanjutnya, membuat mereka terperangkap dalam pertempuran klasik: membenamkan miliaran dolar untuk menyingkirkan pesaing, sekaligus menciptakan mesin yang lebih hebat dan mahal.
Nintendo mengubah ini. Wii memang tak punya mesin prosesor sehebat kompetitornya. Fiturnya juga kurang mengesankan secara grafis. Orang akan melihat gambar yang ditampilkan kalah dahsyat dibanding pesaing utamanya. Produk ini hanya mengajak orang melakukan satu hal: ayo kita bermain! Itu saja. Akan tetapi, inilah kekuatannya. Kesimpelan Wii — tapi dengan kecanggihan menawarkan pengalaman bermain — membuat orang tertarik membelinya.
Untuk memukul para pesaingnya itu, Iwata tak melalui jalan mulus. Sebelum Wii lahir, dimunculkan Nintendo DS. Produk ini bukan konsep baru karena sebelumnya telah diproduksi Game Boy. Pada 27 April 2006, lahirlah Revolution. Nama inilah yang kemudian diganti menjadi Wii. Revolution dipandang Iwata bukan nama ideal. Karena ingin sesuatu yang singkat dan mudah diucapkan semua orang di dunia, lahirlah Wii yang membuat Nintendo tidak game over, malah kembali bermain ke level berikutnya.
Bagi Iwata dan Miyamoto, kesuksesan Wii memang membuat mission accomplished. Namun, tantangan bermain di level berikutnya ini tak mudah. Keberlangsungan Wii pasti akan ditantang Sony dan Microsoft. Dan itu disadari penuh. ”Kami sukses bergerak ke blue ocean,” ujar Iwata. “Namun, sekali blue ocean ini dipenuhi banyak pemain, warnanya berubah jadi merah,” ungkapnya.
Itu artinya pertempuran di next level akan semakin seru. Sementara menikmati kegemilangan, Nintendo harus kembali bersiap menyongsong pertempuran selanjutnya.
BOKS
Dan Legenda Sony pun Pamit
Anda gemar main PlayStation? Tahu siapa pembuatnya? Kalau tidak, perkenalkan, namanya Ken Kutaragi. Dan jangan lupa, ucapkan terima kasih sekaligus simpati yang teramat dalam. Mengapa?
Pada 19 Juni lalu, pria 56 tahun ini resmi mengundurkan diri sebagai Chairman dan Group Chief Executive Sony Computer Entertainment (SCE) Inc. Posisinya digantikan Kazuo Hirai, yang sebelumnya menjabat Presiden dan Chief Operating Officer di perusahaan yang sama.
Bagi SCE, Kutaragi bukanlah nama sembarangan. Ia adalah legenda hidup, lelaki yang dijuluki sebagai ”Ayahnya PlayStation”. Sebab, dari tangan dinginnyalah lahir seri permainan yang begitu digemari anak-anak hingga orang dewasa itu.
Mundurnya Kutaragi merupakan ekses terpukulnya Sony atas Nintendo. Buah tangan Kutaragi, PS3, melempem di hadapan Wii, sekaligus membawa posisi Sony yang dominan di industri video game jadi terancam. Bagi sang legenda yang telah mendominasi bisnis ini selama 12 tahun, kekalahan PS3 memalukan. Dan jawaban yang pantas untuk itu adalah pamit mundur.
Para pengamat menyebut ada banyak pelajaran dari kasus ini. Di antaranya, teknologi yang berlebih bisa membutakan para produsen tentang apa yang sebetulnya diinginkan konsumen. Kutaragi memilih teknologi yang dianggap terhebat sehingga mengemas PS3 dengan kandungan luar biasa: 60 GB hard drive, chip grafis paling mutakhir, dan prosesor Cell yang dianggap merupakan otak elektronik tercanggih (mengerjakan 7 tugas dalam waktu bersamaan). Tidak tanggung-tanggung, Cell dikembangkan Sony bersama dua raksasa, Toshiba dan IBM. PS3 bahkan dilengkapi Blu-Ray DVD, salah satu format tercanggih di tengah perang teknologi high-definition DVD.
Inovasi mahal ini nyatanya tak membuat PS3 berjaya. Kutaragi dianggap alpa tentang kesederhanaan yang kadang diinginkan para pengguna. Tombol-tombol pengendali (stick) PS3 dianggap tetap terlalu rumit. Sesuatu yang justru telah dilewati Nintendo dengan Wiimote yang begitu fun. Dan sesuatu yang nyatanya memang disukai pasar.

Di pasar, PS3 jeblok. Divisi Kutaragi menderita rugi US$ 1,7 miliar. Bagi Sony, ini adalah petaka di tengah kemelut korporat yang tak kunjung usai (di sektor lain ia dihantam Samsung dan LG). Maklum, bisnis game telah menjadi profit center selama bertahun-tahun.
Jack Tretton, Presiden dan CEO Sony Computer Entertainment Amerika, mengakui kehebatan pesaingnya. “Anda harus memuji Nintendo atas apa yang mereka lakukan,” ujarnya. Namun, ia buru-buru mengatakan, terlalu dini menyebut siapa pemenangnya. Ia menjanjikan Sony akan datang dengan inovasi baru.
Ya, itu tekad Tretton. Seperti apa bentuk perlawanan raksasa Jepang ini kelak, masih ditunggu. Pastinya, inovasi baru ini tanpa sang legenda. Kutaragi, seorang guru dan ikon di dunia para gamer, memilih pamit di tengah riuh rendahnya bisnis video game. Arigato, master! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar